Menulis Skenario dengan CINTA

gabungan.jpglihat foto ? klik aja

Suatu ketika saya bertanya pada Musfar Yasin (penulis skenario film “Nagabonar Jadi 2” dan “Kiamat Sudah Dekat”. Bagaimana Anda menulis skenario dahsyat yang mampu menyapa jiwa penonton?Bung Musfar pun menjawab; “Terpenting dalam menulis skenario adalah mengerjakannya terus-menerus karena kecintaan. Barulah bekal-bekal lain berupa kepekaan melihat sekeliling yang biasanya terlewat dari perhatian orang lain. Wawasan, akan membuat karya kita jadi kaya, orisinal, nggak latah mengulang-ulang yang sudah ada”.Tepat! Saya sepakat dengan jawabannya. Mustahil suatu pekerjaan atau hobi apapun akan berhasil bila tak didasari rasa suka yang mendalam. Dan belajar secara kontinyu itulah yang akan semakin mengasah kemampuan kita. Ditambah banyak referensi dengan cara membaca, melihat, mendengar, dan merasakan.Satu hal yang tak boleh ketinggalan. Bakat! Ya, bakat adalah bagian yang penting. Meski demikian, bakat saja tidaklah cukup, harus ada proses belajar yang terus-menerus agar kita bisa trampil menerapkan teknik dalam penulisan skenario.Bagaimana skenario film yang baik? Seorang penulis skenario film harus memperhatikan penulisan secara filmis, artinya harus memperhatikan cara penuturannya karena film adalah bahasa gambar dan suara. Penulisan secara filmis bertujuan untuk penyajian gambar dinamis dan suara yang merangsang.Menurut penulis skenario kawakan Misbach Yusa Biran, skenario yang baik bila jalan ceritanya dapat dipahami dengan jernih, kreatif dalam menggunakan bahasa film, bagus tangga dramatiknya, dan mudah disimpulkan isi cerita yang dikandungnya. Penulis yang telah memasuki usia 73 tahun ini berhasil menciptakan puluhan skenario berkualitas antara lain skenario film “Fatahillah” dan sinetron “Jalan Lain ke Sana”.Untuk menciptakan sebuah skenario film, pertama tentu berangkat dari ide, entah untuk film fiksi, dokumenter, maupun jenis film lainnya. Ada pula skenario yang berangkat dari cerpen, novel, bahkan puisi. Sang penulis, agar hasilnya bagus, mengetik naskah seraya membayangkan adegan-adegannya. Seolah merasakan sendiri.Seorang penulis skenario profesional kerap mengajak orang lain yang paham, terutama orang yang hendak bekerjasama dalam pembuatan sebuah film, untuk membicarakan dan mendiskusikan karya sebuah skenario.Skenario film, sinetron maupun drama/teater pada prinsipnya sama. Perbedaan terletak pada masalah teknis saja. Dalam sinetron ada jeda untuk break. Jeda inilah yang perlu diperhatikan. Potongan cerita harus dibuat “nggantung” agar penonton penasaran. Skenario film dan sinetron, terbatasi teknis potongan adegan, terbatasi waktu dan ruang. Ini berbeda dengan skenario drama/teater yang lebih cair dan fleksibel.

Sementara untuk skenario film pendek, karena berdurasi maksimal 30 menit, mengandung unsur; satu napas, satu emosi, satu tekanan, atau satu masalah yang dimunculkan. Selamat mencoba !!!

(* adalah sutradara dan penulis skenario film pendek)

materi ini disampaikan pada “workshop film pendek” SMA Negeri 2 Purbalingga 6-8 April 2007 Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga

Tidak Dikategorikan

27 comments

  1. Salam….
    nama gw aj dah kayak Sutradara terkenal kayak
    G ROMERO yah…..
    he he he
    tapi gue ROMERO G.
    yg senang bergelut dengan dunia kamera.
    tapi yg pgn gw tanya.. gmna caranya njual karya kita yang sudah selesai yah….
    thanks bgt
    GBU

  2. kalau mau ikut exting boleh ga nii kayanya seru juga, trus gw jg tertarik didunia ekting, kalau ada salah satu produser yang tau bakat gw dibidang ekting trus gw ditawarin main film/ sinetro gw mau, tapi saya bakat yang gw punya harus gw genggam dulu,karena gw harus nyari dulu salah satu management dulu, sering kaling gw ikut casting tapi gw slalu ditolak tanpa ada kejelasan yang pasti, maka dari itu gw ingin saran dari yang sudah berpengalama di dunia exting. thanks from all

  3. Menulis skenario TV atau Film itu mengasyikkan apalagi kalau skenario yang kita tulis diproduksi. Pada saat kita menulis skenario TV maka yang ada di benak kita adalah adegan yang ada di layar kaca. Kita harus tahu seluk beluk istilah-istilah teknis. karena skenario yang kita tulis sebagai panduan bagi sutradara,kameramen, dan pemain dan kruw TV untuk suksesnya produksi.Ketika saya masih tinggal di Bali pernah dalam setahun memproduksi 12 sinetron berarti sebulan sekali dan semua ditayangkan di TV Denpasar dan ada yang ditayangkan secara Nasional, Saat itu belum ada TV swasta jadi acara yang saya buat ditonton permirsa TV. Saya mau terus mengasah kemampuan menulis dengan cara membaca dan tentu saja berdiskusi dengan penulis remaja yang kreatif. Salam

  4. Maaf mas, mau ikut promosi web. Ga pa pa ya, abis bikin blog ga ada yang nengok-nengok. 🙂 Bagi yang mau mendownload skenario film Hollywood, klik disini. Bagi yang mau mendownload 2000 cerita pendek dari sriticom, klik disini. Terima kasih. 🙂

  5. ternyata kendala yang paling banyak selama gw baca baca di forum adalah tidak ada wadah yang mengakomodasi karya temen temen yang mungkin udah nulis, biasanya mereka kebingungan mau diapakan karya mereka. ketika temen temen berinisiatif untuk mengirim secara konfensional seperti mengirim secara langsung, biasanya karya mereka tidaka ada kabar beritanya.
    atau temen temen mungkin ada yang tahu situs yang bisa nerima karya kita? tentunya yang bukan asal nerima gitu aja tapi memberikan masukan atau tanggapan ketika karya kita dianggap kurang berkualitas?
    tanggapan semacam ini yang sebenernya memotifasi kita untuk tetep eksis menulis…..meskipun itu sebuah penolakan..menurut temen temen gimana nih?

  6. Haloo teman2 semua, saya Dina dari Plot Point sebuah workshop penulisan berbagai macam tulisan mengajak teman2 bergabung ke dalam plot point….
    Berikut adalah sedikit cerita tentang Plot Point…

    Siapa lulusan SMA/kuliah yang tidak bisa menulis?

    Tidak ada.

    Siapa lulusan SMA/kuliah yang bisa menulis tetapi belum tentu bisa mengkaryakan tulisannya?

    Banyak. Terlalu banyak.

    Ini bukan soal kegiatan membosankan dimana kita duduk di meja sambil memandang kosong ke atas kertas putih sambil menggigit bolpen dengan penuh rasa frustasi. Ini juga bukan soal membela mati-matian teori yang mengatakan bahwa elemen visual itu lebih cepat memberikan informasi kepada otak manusia. Bayangkan. Apa jadinya kalau Benjamin Franklin memutuskan untuk menyimpan pembelajarannya soal listrik di dalam kepala? Atau kalau Walt Disney menolak bersahabat dengan kertas dan pena saat merintis mahakarya Disneylandnya? Atau bahkan kalau Thom Yorke merasa lirik lagunya yang selalu dahsyat tidak perlu repot-repot diabadikan dalam bentuk tulisan juga?

    Apa sih susahnya membuat kalimat? Subjek-Predikat-Objek. Selesai. Tidak semudah itu. Dengan apatisnya, semakin banyak generasi yang memandang rendah kepada manusia-manusia post modern negara ini. Manja, serba instan, dangkal, sinis dan gampang menyerah. Membaca buku saja sulit.

    Apakah kita akan diam dan membiarkan citra itu menempel? Ataukah kita akan memutuskan bahwa sudah saatnya untuk berubah?

    Bukan cuma penulis yang butuh kemampuan menulis. Sudah pernah merasakan susahnya bikin skripsi? Atau ditolak sponsor karena ketidakmampuan menyusun proposal pensi? Atau merasa selalu mimpi bahwa suatu hari nanti karyanya akan memenuhi bioskop-bioskop seluruh negeri?

    Profesi apa yang tidak butuh kemampuan menulis? Atau lebih sederhana lagi, profesi apa yang tidak butuh kemampuan mengerti dan menganalisa sebuah tulisan? Bahkan seorang designer pun butuh tahu apakah gambar yang dibuatnya cocok dengan tagline yang diberikan. Masak mau bulat-bulat begitu saja ia telan.

    plotpoint. adalah sebuah wadah pelatihan menulis yang membuka kelas-kelas penulisan dengan jenis yang beragam, untuk melahirkan penulis-penulis yang berkualitas dan mampu benkontribusi bagi kemajuan Indonesia. Terserah. Apakah dia mau terjun ke industri, atau mau menyimpan tulisan untuk kepuasan pribadi. Pokoknya tanpa tendensi.

    Sasaran peserta plotpoint. adalah siapapun yang tertarik dengan kegiatan menulis dalam berbagai bentuk, skenario film, kritik film, novel, artikel, cerpen, lirik lagu, puisi, bahkan menulis untuk terapi. plotpoint. hadir untuk memfasilitasi para pesertanya dengan menghadirkan para penulis yang handal di bidangnya masing-masing sebagai tenaga pengajar. Salman Aristo (Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku), Eka Kurniawan (Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau), Hagi Hagoromo (Ex Editor in Chief TRAX Magazine & Four Four Two Magazine, Editor in Chief Alif Magazine) dan Raditya Dika (Kambing Jantan, Kambing Jantan The Movie) adalah beberapa di antaranya.

  7. saya adlah penulis formula,yang ingin mengirim skenario film,tpi saya tidak tahu harus mengirim kemana,sayangkhan kalau skenario film saya ini terbuang tolong ya kalau ada yang ingin menampung skenario saya ya

  8. hhhhaaaaaaaaaa kka.. pengen beljar nulis skenario.. kebetulan di sekolah mel ada ekxszul sinematografi….. ada bahan adkit buat belajar…mel juga sering ngisi mading dengan cerpen/novels..gth…

  9. setuju banget, kalo nulis screenplay musti dengan cinta kalo tidak hasilnya akan terasa hambar seperti kebanyakan film kita, karena di tulis sembarangan, tidak jujur dan masih profit oriented mindset. saya ngerti film juga bisnis, tetapi film bukannya refleksi dari kehidupan manusia bukan? kalo cerita itu jelek bagaimana kita bisa mencintai film lokal?

    tintascreenplay.com

Tinggalkan Balasan ke deedee Batalkan balasan